oleh: Saiful Mujib
“Pangkep
Religius”, ungkapan ini akrab sekali di telinga penulis setelah beberapa kali
diskusi dengan teman-teman peserta sekolah demokrasi Pangkep angkatan kedua,
khususnya terkait dengan penerapan syariah Islam di Pangkep.
Pangkep
memang menjadi satu daerah yang pernah mencetuskan perda syariah Islam. Bahkan
melalui surat edaran almarhum Bupati Syafruddin Nur, Pangkep pernah memiliki
desa percontohan penerapan syariah Islam, Pulau Salemo Kecamatan Liukang
Tupabbiring Utara dan Desa Tompobulu di kecamatan Balocci.
Pangkep
juga sudah beberapa kali menjadi tuan rumah penyelenggaraan kongres ummat
Islam. Kongres tersebut dilaksanakan oleh Komite Persiapan Penegakan Syariah
Islam (KPPSI) Sulsel. Dari beberapa aktifis KPPSI yang pernah penulis temui,
alasan mereka kenapa Pangkep menjadi tuan rumah penyelenggaraan kongres
tersebut karena Pangkep mayoritas penduduknya ummat Islam. Kemudian memang
penduduk Pangkep merespon penerapan syariah Islam di daerah mereka.
Pangkep juga memiliki satu perda syariah Islam, yaitu perda Miras. Di dalam perda tersebut diatur mengenai kadar miras yang diperbolehkan dan dilarang. Selain mengatur soal miras, di dalam perda tersebut juga menyinggung soal larangan terhadap pornoaksi dan pornografi.
Pangkep juga memiliki satu perda syariah Islam, yaitu perda Miras. Di dalam perda tersebut diatur mengenai kadar miras yang diperbolehkan dan dilarang. Selain mengatur soal miras, di dalam perda tersebut juga menyinggung soal larangan terhadap pornoaksi dan pornografi.
Menurut
salah seorang peserta sekolah demokrasi Pangkep angkatan kedua, Aco, dulu waktu
zamannya Pak Syafruddin, Pangkep benar-benar religius. Pemuda KPPSI melakukan
patroli terhadap pelanggaran dari perda syariah tersebut. Apabila ada yang
kedapatan melanggar, para pemuda KPPSI melakukan pembinaan. Ungkap Aco.
Bahkan
Aco sendiri sampai hari ini selain sebagai peserta sekolah demokrasi, dia juga
adalah ketua Pemuda KPPSI di Kabupaten Pangkep.
Menurut
Aco juga, kini yang banyak di Pangkep adalah ca’ doleng-doleng, dan praktek esek-esek. Perda syariah yang dulu pernah
dilaksanakan dengan baik kini tidak diterapkan lagi. Pemerintah yang memimpin
Pangkep hari ini tidak berupaya untuk mengembalikan nuansa religius tersebut, terlebih
lagi polisi sebagai aparat yang berkewajiban menjalankan segala aturan yang
ada. Setiap ada hajatan yang menggunakan hiburan ca’ doleng-doleng untuk menghibur tamu yang datang, justru polisi
melindungi acara tersebut, bukan melaksanakan peraturan dengan melarang atau
membubarkannya, namun turut serta menikmati acara. Ungkap beberapa peserta lain
dalam konsolidasi.
Berkaitan
dengan esek-esek yang marak di Pangkep menurut Aco, juga sangat memprihatinkan.
Yang paling jelas adalah praktek esek-esek di perbatasan Kabupaten Pangkep dan Kabupaten
Barru, “kenapa Polisi tidak melarang praktek tersebut. Sedangkan peraturannya
jelas, ada dalam perda dan juga UU.” Ungkap Aco.
Namun,
benarkah Pangkep sebagaimana yang digambarkan di atas, yaitu sebagai Daerah
Religius. Apa ukuran dan indikatornya sebuah daerah dikatakan sebagai daerah
religius? Kalau dikatakan penduduknya yang mayoritas Islam, nyaris seluruh
daerah di tanah air banyak penduduk muslim. Kalau memang benar telah ada survei
terkait dengan dukungan masyarakat Pangkep dengan penerapan syariah Islam di
Pangkep, sebagaimana diungkapkan Aco dan Bangsawan saat konsolidasi Sekolah
Demokrasi, dalam bentuk apa, dan versi siapa?
Sebagaimana
di daerah lain yang juga pernah meng-gol-kan aturan bernuansa syariah dalam
bentuk perda. Dalam perkembangannya perda tersebut seperti hilang ditelan
waktu. Karena pada dasarnya masyarakat Pangkep dan sebagaimana halnya daerah
lain memiliki pemahaman keislaman yang khas, yaitu khas Indonesia bercampur
adat istiadat dan kebiasaan masyarakat di tempat tinggal mereka.
Di
Pangkep sendiri, setelah proses Islamisasi yang dilakukan oleh para bangsawan
dan pedagang muslim yang singgah di Sulsel juga berkembang dari
pengajian-pengajian kecil yang dilakukan oleh ulama-ulama Islam waktu itu.
Bahkan di pulau salemo pernah berdiri pesantren salemo yang dirintis oleh
seorang wali, dimana masyarakat setempat menyebutnya sebagai Puang Awalli, pesantren
tersebut pada masanya diasuh oleh anak dari Puang Awalli sendiri yaitu KH. Abd.
Rauf. Dari pesantren tersebutlah lahir ulama-ulama yang kemudian membesarkan
Islam di Sulsel. KH. As’ad dan KH. Ambo Dalle, adalah beberapa ulama yang
pernah belajar di pesantren salemo walaupun kemudian melanjutkan pendidikan
agamanya di Mekkah. KH. As’ad sendiri adalah pendiri dan pengasuh Pondok
Pesantren As’adiyah Sengkang, sedangkan KH. Ambo Dalle adalah pendiri dan
pengasuh Pondok Pesantren Darul Dakwah wa Irsyad (DDI) yang kini tersebar di
banyak daerah di Sulsel.
Karakter
keislaman masyarakat Pangkep-pun berbeda dengan keislaman masyarakat muslim di
luar Pangkep apalagi di luar Sulsel. Hal tersebut terjadi karena datangnya Islam
juga bersentuhan langsung dengan budaya dan adat masyarakat sebelum memeluk dan
menganut agama Islam. Bahkan komunitas adat Bissu di Pangkep, yang dari sejak
zaman kerajaan hingga saat ini menjalankan keyakinan budayanya, yang juga ada
di Pangkep, juga mengakui kebenaran Islam. Petuah-petuah kehidupan yang mereka
serukan juga selaras dengan apa yang di ajarkan oleh agama Islam.
Dengan
kata lain, persentuhan agama dan budaya tentu saja melahirkan apa yang disebut
sebagai “yang lain”. Yang lain tersebut berbeda dengan yang lain di tempat lain.
Tergantung situasi dan kondisi yang berkembang di satu wilayah tertentu. Islam yang
dikembangkan ulama-ulama di atas menjadikan Islam yang di anut masyarakat di
Sulsel khususnya Pangkep membentuk karakter keislaman yang membumi. Yang tidak
jauh dari akar budaya masyarakat yang berkembang di Pangkep.
Terkait
dengan maraknya ca’ doleng-doleng di
Pangkep, aturan yang lebih tinggi telah melarang praktek pornoaksi dan
pornografi yaitu UU Pornoaksi dan Pornografi yang disahkan tahun 2008 lalu. Persoalan
tersebut hendaknya diletakkan pada posisinya. Bahwa ada aparat kepolisian yang
bertugas untuk menangkap dan mencari kebenaran akan praktek yang digambarkan di
atas. Sangat bias kepentingan, apabila ada aparat selain yang berwenang, yang
melakukan sweeping dan main tangkap
dengan asas praduga tak bersalah, sebagaimana yang dilakukan pemuda KPPSI.
Persoalan
mendasar dari penerapan syariah Islam di beberapa daerah di tanah air, adalah
karena di dorong oleh kelompok Islam tertentu tanpa melihat aspirasi seluruh
masyarakat. Dimana pemahaman keislaman mereka belum tentu sama dengan ummat
Islam yang lain. Di Pangkep penerapan perda syariah Islam juga di dorong oleh
organisasi yang selama ini getol dalam menyuarakan penegakan syariah Islam di
Sulsel, KPPSI. Lantaran KPPSI kemudian dekat dengan pemerintahan yang ada, dan
pemerintah juga respek terhadap ideologi dan tujuan yang diembannya, maka perda
tersebut lahir. Berkaca di Kabupaten Bulukumba, Sulsel, pengambilan keputusan
terhadap perlu tidaknya perda bernuansa syariah tersebut, tidak diambil secara
bersama-sama. Seolah-olah perda tersebut hadir begitu saja tanpa diketahui
masyarakat secara umum.
Terkait
dengan perda syariah Islam di Pangkep, Aco dan Bangsawan mengatakan bahwa perda
tersebut telah melalui proses yang benar, dan benar-benar menjadi aspirasi
rakyat waktu itu. Bahkan dokumentasi terkait dengan dukungan masyarakat terhadap
penerapan syariah Islam tersebut masih ada pada mereka, tegas Bangsawan yang
juga salah seorang peserta sekolah demokrasi pangkep angkatan kedua.
Namun,
bila dibandingkan dengan yang terdapat di lapangan, persoalannya menjadi lain.
Masyarakat Pangkep, bahkan yang berada di lokasi desa percontohan sekalipun,
mereka mengatakan bahwa penerapan perda syariah Islam tersebut tidak relevan.
Kenapa, karena di Desa Tompo bulu sendiri adalah penghasil gula merah, yang
dihasilkan dari aren. Aren (tuak) sendiri terkadang menjadi minuman wajib
masyarakat Pangkep saat ada kegiatan-kegiatan perayaan, seperti pa’ gendok-gendong, atau
perayaan-perayaan lain.
Penerapan
syariah Islam seharusnya diposisikan pada arasnya. Orang dapat bersyariah tanpa
harus ada hukum formal yang justru dapat menjadikan Islam tidak suci lagi.
Orang dapat melaksanakan perintah untuk tidak meminum minuman keras atau tidak
melakukan perbuatan zina, kalau didorong dari keyakinan dalam dirinya bahwa
yang seperti itu dapat merugikan dirinya sendiri dan orang disekitarnya.
Pengekangan
dalam bentuk perda, justru menjadikan masyarakat tidak meyakini kebenaran
Islam. Karena apa yang mereka lakukan tidak murni lagi sebagai bentuk keyakinan
terhadap kebenaran Islam, namun karena ada larangan yang di atur di dalam perda
atau hukum positif lainnya.
Seringkali
pula, kebijakan yang diambil pemerintah di satu daerah tidak mengapresiasi
seluruh kepentingan masyarakat. Sehingga yang terjadi, aturan baru atau
kebijakan baru yang dikeluarkan, tak lama kemudian hilang di telan waktu. Belum
lagi kasus-kasus intoleransi yang kemudian muncul di permukaan yang sedikit
banyaknya juga dipengaruhi oleh hadirnya perda bernuansa syariah tersebut.
Yang
paling hangat di Pangkep, baru-baru ini beberapa ormas Islam di Pangkep melarang
dan memprotes pembangunan sebuah rumah ibadah berkedok tempat tinggal.
Sedangkan, pembangunan tersebut adalah untuk renovasi tempat tinggal semata.
Karena mendapat protes, renovasi tersebut urung dilakukan. Ungkap Nasrul,
aktifis Kontras di Makassar.
Kasus
ini juga sempat didialogkan dengan DPRD Kab. Pangkep. Ironisnya, yang muncul di
permukaan, sesungguhnya yang dipersoalkan oleh para ormas tersebut adalah issu
dibalik pembangunan rumah ibadah, bukan semata-mata pembangunan rumah
ibadahnya. Bukan tidak mungkin, karena sebelum ada protes terkait pembangunan
rumah ibadah tersebut, di Pangkep telah berdiri rumah ibadah serupa, dan tidak
ada pertentangan terhadapnya.
Saya tidak akan
memberi kesimpulan terhadap statemen di atas, bahwa Pangkep adalah daerah
religius. Namun dari analisis diatas, saya dapat mengatakan bahwa Pangkep
adalah daerah multikultur. Karena terdapat beberapa penganut agama di dalamnya.
Selanjutnya, pemahaman keislaman masyarakat Pangkep adalah keislaman yang
sinergis dengan budaya dan adat istiadat yang juga berkembang di Pangkep.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar